Remaja adalah masa peralihan dari
kanak-kanak ke dewasa. Para ahli pendidikan sependapat bahwa remaja adalah
mereka yang berusia antara 13 tahun sampai dengan 18 tahun. Seorang remaja
sudah tidak lagi dapat dikatakan sebagai kanak-kanak, namun masih belum cukup
matang untuk dapat dikatakan dewasa. Mereka sedang mencari bagaimana pola hidup
yang paling sesuai baginya dan inipun sering dilakukan dengan metode coba-coba ala
si remaja walaupun melalui banyak kesalahan. Kesalahan yang dilakukan sering
menimbulkan kekhawatiran serta perasaan yang tidak menyenangkan bagi lingkungan
juga orangtuanya.
Sekarang ini zaman globalisasi.
Remaja harus diselamatkan dari globalisasi. Karena globalisasi ini ibaratnya
kebebasan dari segala aspek. Sehingga banyak kebudayaan-kebudayaan asing yang
masuk. Sementara tidak cocok dengan kebudayaan kita di Indonesia. Sebagai
contoh kebudayaan free sex itu tidak cocok dengan kebudayaan kita. Pada
saat ini, kebebasan bergaul sudah sampai pada tingkat yang mengkhawatirkan.
Para remaja dengan bebas dapat bergaul antar jenis. Tidak jarang dijumpai
pemandangan di tempat-tempat umum, para remaja saling berangkulan mesra tanpa
memperdulikan masyarakat sekitarnya. Mereka sudah mengenal istilah pacaran
sejak awal masa remaja. Pacar bagi mereka, merupakan salah satu bentuk gengsi
yang membanggakan. Akibatnya, di kalangan remaja kemudian terjadi persaingan
untuk mendapatkan pacar. Pengertian pacaran dalam era globalisasi informasi ini
sudah sangat berbeda dengan pengertian pacaran 15 tahun yang lalu. Akibatnya,
di jaman ini banyak remaja yang putus sekolah karena hamil. Remaja seharusnya
ditumbuhkan kesadaran bahwa kenyataan sering tidak seperti harapan kita,
sebaliknya harapan tidak selalu menjadi kenyataan. Demikian pula dengan
pacaran. Keindahan dan kehangatan masa pacaran sesungguhnya tidak akan terus berlangsung
selamanya. Dalam memberikan pengarahan dan pengawasan terhadap remaja yang
sedang jatuh cinta, orangtua hendaknya bersikap seimbang, seimbang antar
pengawasan dengan kebebasan. Semakin muda usia anak, semakin ketat pengawasan
yang diberikan tetapi anak harus banyak diberi pengertian agar mereka tidak
ketakutan dengan orangtua yang dapat menyebabkan mereka berpacaran dengan
sembunyi-sembunyi. Apabila usia makin meningkat, orangtua dapat memberi lebih
banyak kebebasan kepada anak. Namun, tetap harus dijaga agar mereka tidak salah
jalan.
Berdasarkan penelitian di
berbagai kota besar di Indonesia, sekitar 20 hingga 30 persen remaja mengaku
pernah melakukan hubungan seks. Celakanya, perilaku seks bebas tersebut
berlanjut hingga menginjak ke jenjang perkawinan. Ancaman pola hidup seks bebas
remaja secara umum baik di pondokan atau kos-kosan tampaknya berkembang semakin
serius. Pakar seks juga specialis Obstetri dan Ginekologi Dr. Boyke Dian
Nugraha di Jakarta mengungkapkan, dari tahun ke tahun data remaja yang
melakukan hubungan seks bebas semakin meningkat. Dari sekitar lima persen pada
tahun 1980-an, menjadi dua puluh persen pada tahun 2000. Kisaran angka
tersebut, kata Boyke, dikumpulkan dari berbagai penelitian di beberapa kota
besar di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Palu dan Banjarmasin. Bahkan di
pulau Palu, Sulawesi Tenggara, pada tahun 2000 lalu tercatat remaja yang pernah
melakukan hubungan seks pranikah mencapai 29,9 persen.
Kelompok remaja yang masuk ke dalam penelitian tersebut rata-rata berusia 17-21 tahun, dan umumnya masih bersekolah di tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) atau mahasiswa. Namun dalam beberapa kasus juga terjadi pada anak-anak yang duduk di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP). Tingginya angka hubungan seks pranikah di kalangan remaja erat kaitannya dengan meningkatnya jumlah aborsi saat ini, serta kurangnya pengetahuan remaja akan reproduksi sehat. Jumlah aborsi saat ini tercatat sekitar 2,3 juta, dan 15-20 persen diantaranya dilakukan remaja. Hal ini pula yang menjadikan tingginya angka kematian ibu di Indonesia, menjadikan Indonesia sebagai negara yang angka kematian ibunya tertinggi di seluruh Asia Tenggara.
Dari sisi kesehatan, perilaku seks bebas bisa menimbulkan berbagai gangguan. Diantaranya, terjadi kehamilan yang tidak diinginkan. Selain tentunya kecenderungan untuk aborsi, juga menjadi salah satu penyebab munculnya anak-anak yang tidak diinginkan. Keadaan ini juga bisa dijadikan bahan pertanyaan tentang kualitas anak tersebut, apabila ibunya sudah tidak menghendaki. Seks pranikah, lanjut Boyke juga bisa meningkatkan resiko kanker mulut rahim. Jika hubungan seks tersebut dilakukan sebelum usia 17 tahun, risiko terkena penyakit tersebut bisa mencapai empat hingga lima kali lipat.
Kelompok remaja yang masuk ke dalam penelitian tersebut rata-rata berusia 17-21 tahun, dan umumnya masih bersekolah di tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) atau mahasiswa. Namun dalam beberapa kasus juga terjadi pada anak-anak yang duduk di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP). Tingginya angka hubungan seks pranikah di kalangan remaja erat kaitannya dengan meningkatnya jumlah aborsi saat ini, serta kurangnya pengetahuan remaja akan reproduksi sehat. Jumlah aborsi saat ini tercatat sekitar 2,3 juta, dan 15-20 persen diantaranya dilakukan remaja. Hal ini pula yang menjadikan tingginya angka kematian ibu di Indonesia, menjadikan Indonesia sebagai negara yang angka kematian ibunya tertinggi di seluruh Asia Tenggara.
Dari sisi kesehatan, perilaku seks bebas bisa menimbulkan berbagai gangguan. Diantaranya, terjadi kehamilan yang tidak diinginkan. Selain tentunya kecenderungan untuk aborsi, juga menjadi salah satu penyebab munculnya anak-anak yang tidak diinginkan. Keadaan ini juga bisa dijadikan bahan pertanyaan tentang kualitas anak tersebut, apabila ibunya sudah tidak menghendaki. Seks pranikah, lanjut Boyke juga bisa meningkatkan resiko kanker mulut rahim. Jika hubungan seks tersebut dilakukan sebelum usia 17 tahun, risiko terkena penyakit tersebut bisa mencapai empat hingga lima kali lipat.
Sekuat-kuatnya mental seorang
remaja untuk tidak tergoda pola hidup seks bebas, kalau terus-menerus mengalami
godaan dan dalam kondisi sangat bebas dari kontrol, tentu suatu saat akan
tergoda pula untuk melakukannya. Godaan semacam itu terasa lebih berat lagi
bagi remaja yang memang benteng mental dan keagamaannya tidak begitu kuat. Saat
ini untuk menekankan jumlah pelaku seks bebas-terutama di kalangan remaja-bukan
hanya membentengi diri mereka dengan unsur agama yang kuat, juga dibentengi
dengan pendampingan orang tua dan selektivitas dalam memilih teman-teman.
Karena ada kecenderungan remaja lebih terbuka kepada teman dekatnya ketimbang
dengan orang tua sendiri.
Selain itu, sudah saatnya di
kalangan remaja diberikan suatu bekal pendidikan kesehatan reproduksi di
sekolah-sekolah, namun bukan pendidikan seks secara vulgar. Pendidikan
Kesehatan Reproduksi di kalangan remaja bukan hanya memberikan pengetahuan
tentang organ reproduksi, tetapi bahaya akibat pergaulan bebas, seperti
penyakit menular seksual dan sebagainya. Dengan demikian, anak-anak remaja ini
bisa terhindar dari percobaan melakukan seks bebas.
Referensi :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung, berkomentarlah dengan sebaik-baiknya.